21.58 | Posted in
[ Kamis, 16 Juli 2009 ]
Diduga Stres, Siswa Meninggal saat MOS
SURABAYA - Masa orientasi siswa (MOS) di SMAN 16 Surabaya kemarin meninggalkan kisah tragis. Roy Adiyta Perkasa, 15, siswa baru dari SMPN 35 Surabaya, meninggal ketika mengikuti acara pengenalan siswa terhadap kondisi di sekolah barunya tersebut.

Putra pasangan Saidi dan Mulyantini tersebut meninggal sekitar pukul 14.00. Roy mengembuskan napas terakhir saat dalam perjalanan dari RS Islam (RSI) Jemursari menuju RSUD dr Soetomo.

Diperkirakan, dia meninggal karena tekanan mental yang luar biasa saat MOS, di samping kondisi fisiknya yang kecapaian. Hingga tadi malam pukul 20.30, jenazah Roy masih diotopsi menyeluruh di Instalasi Kedokteran Forensik (IKF) RSUD dr Soetomo.

Sampai pukul 19.00, suasana kamar mayat IKF RSUD Soetomo penuh keharuan. Mulyantini, ibu Roy, menangis tersedu-sedu. Sesekali perempuan berusia 50 tahun tersebut berteriak-teriak histeris. ''Masak agar orang pintar harus memakan korban seperti ini,'' ucapnya berkali-kali.

''Pak Sahudi... Pak Sahudi (Kadispendik, Red), bagaimana ini?'' ujar warga Jalan Flamboyan AH No 16, Wisma Tropodo, tersebut.

Kerabat Roy harus memegangi tubuh perempuan berjilbab yang terus meronta-ronta tersebut. Tak lama kemudian, Mulyantini tak sadar diri. Bahkan, dia harus dibantu berdiri dan dibopong oleh beberapa orang karena tidak kuat berjalan pulang.

Sementara itu, Saidi, ayah Roy, juga begitu terpukul. Tampak aura kesedihan yang sangat dalam pada wajah pria 60 tahun tersebut. ''Saya ikhlas, kalau memang ini sudah kehendak Tuhan,'' ucapnya.

Dia menceritakan bahwa riwayat kesehatan Roy selama ini sangat baik. Seumur hidup, anaknya yang pada 22 September nanti genap berusia 16 tahun itu tidak pernah sakit parah. Roy juga tidak pernah menginap di rumah sakit karena sakit.

Saidi menduga anaknya meninggal karena stres berat. Sebab, MOS di SMAN 16 sangat menguras pikiran anak bungsunya tersebut. Meski Roy dalam tiga hari ini tidak pernah mengeluh kesakitan, Saidi merasakan betul anaknya tersebut mengalami tekanan mental yang sangat berat. ''Anak saya tidak pernah mengeluh. Tapi, saya tahu dia capek luar biasa,'' ujarnya.

Banyak hal yang mendasari hal itu. Menurut Saidi, anaknya harus mempersiapkan dan membawa berbagai macam barang untuk MOS hari terakhir kemarin. Roy, kata dia, sangat stres ketika diberi tugas mencari bermacam perlengkapan acara api unggun. Di antaranya, kayu bakar, air mineral berkapasitas 660 cc, kembang api, dan toples transparan plus minyak tanah.

Belum lagi, dia harus terjaga semalaman karena tugas membuat biografi tokoh dan tugas menulis lain seperti surat cinta. Jumlah tugas tulisan itu berlembar-lembar. ''Tugas-tugas itulah yang menekan mental anak saya dengan berat,'' tegas Saidi.

Seorang kolega Roy yang enggan namanya disebutkan bahkan mengungkapkan bahwa Roy tidak boleh memakan nasi selama tiga hari mengikuti MOS di sekolah tersebut. Dia hanya diperbolehkan makan mi dan telur dadar. ''Tapi, dia tidak mengeluh kecapaian,'' katanya.

Saidi dan Mulyantini sangat shock ketika pihak sekolah menelepon dan mengabari bahwa Roy ambruk. Roy diwartakan pingsan tak sadar diri ketika sesi ceramah dalam kegiatan tersebut. Keluarga Roy lantas merujuk anak itu ke RSI Jemursari. Ternyata, RS tersebut mengaku tidak mampu menangani Roy. Pihak RS lantas menyarankan agar keluarga merujuk Roy ke RSUD dr Soetomo.

''Dalam perjalanan itulah anak saya meninggal. Pihak sekolah meminta anak saya langsung dibawa ke rumah. Tapi, istri saya tidak mau. Dia ingin otopsi. Istri saya ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya pada anak saya,'' ujar Saidi. Suara lelaki itu bergetar.

Menurut sumber Jawa Pos di IKF RSUD dr Soetomo, sangat mungkin Roy meninggal karena pembuluh darah di otaknya pecah. Hal itu terjadi karena dia mengalami tekanan mental yang sangat besar.

''Selaput darahnya rapuh. Sangat mungkin, kalau terkena tekanan besar, selaput itu akan pecah,'' ucap dokter spesialis forensik tersebut. ''Tapi, kami harus melakukan otopsi menyeluruh dulu untuk mengetahui hasil pastinya,'' lanjutnya.

Beberapa orang penting Surabaya menyempatkan datang ke RSUD dr Soetomo. Di antaranya, Kepala Dinas Kesehatan Esty Martiana Rachmie dan Kapolsek Surabaya Timur AKBP Samudi. Kepala Dinas Pendidikan Sahudi juga mengunjungi kamar mayat pukul 20.00.

''Kami pasti akan mengusut tuntas masalah ini. Kita tunggu saja hasil forensiknya,'' kata AKBP Samudi.

Sahudi mengungkapkan, MOS adalah arena pendidikan, bukan ajang kekerasan. ''Saya belum tahu prosesnya. Yah kita lihat nantilah,'' ucapnya pendek. (nur/dan/kuh/alb/ari)


Pihak Sekolah Bantah MOS sebagai Penyebab Kematian Roy
KEPALA SMAN 16 Surabaya Abu Djauhari menyatakan, kematian siswa barunya, Roy Aditya Perkasa, terjadi di luar jadwal MOS. Menurut dia, pelaksanaan MOS hari terakhir di sekolah itu kemarin (15/7) sebenarnya berjalan lancar.

Dia mengatakan, pelaksanaan MOS resmi ditutup pukul 13.00. Sampai penutupan, tidak ada insiden apa pun. Karena itu, pihak sekolah menolak tudingan bahwa MOS disebut sebagai penyebab kematian siswanya.

Setelah MOS ditutup, siswa baru diwajibkan mengikuti pentas seni yang diadakan organisasi siswa intra sekolah (OSIS) di Aula SMAN 16 tersebut.

Tradisinya, pentas seni memang diadakan setiap penutupan MOS, untuk menyambut siswa baru. Tapi kegiatan itu, kata Abu, sudah diluar kegiatan MOS.

''Siswa kelas 10 (siswa baru, Red) juga ikut di pentas seni itu. Sebanyak 239 siswa menyimak pentas seni tersebut sambil duduk bersila,'' kata Abu Djauhari kemarin (15/7).

Nah, pada pukul 15.00, Roy Aditya Perkasa jatuh pingsan. Roy pingsan dengan celana basah karena kencing. Melihat Roy pingsan, pengurus OSIS dan peserta lain membawa Roy ke unit kesehatan sekolah (UKS). ''Pertolongan pertama ya seadanya. Memberi bau-bauan dan lainnya. Kami lantas memanggil orang tuanya,'' tuturnya.

Tak lama kemudian, kata Abu, orang tua Roy, Saidi dan Muryantini, yang tinggal di Tropodo datang ke sekolah. Mereka terkejut melihat kondisi Roy.

''Lek kesel kok mesti semaput,'' tutur Abu menirukan ucapan orang tua Roy saat menjemput Roy di UKS.

Orang tua Roy lantas membawa Roy ke Rumah Sakit Islam (RSI) di Jemursari yang tak jauh dari sekolah. ''Di situlah Roy mengembuskan napas terakhir,'' ucapnya. Jenazah Roy lalu dibawa ke RSUD dr Soetomo untuk diotopsi.

Pihak sekolah juga menyangkal anggapan bahwa MOS yang diselenggarakan pihaknya sangat keras. Wakil Kepala SMAN 16 Eddy Suwarno mengatakan, pihaknya melakukan MOS sesuai dengan kurikulum Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas).

Dia menjelaskan, kegiatan tersebut berjalan sangat santai. ''Tidak ada pressure ketat di acara tersebut. Memang, pada hari terakhir kemarin, pelaksanaan MOS berlangsung lebih lama, antara pukul 06.00 hingga 19.00 malam. Biasanya, pukul 13.00 siswa sudah boleh pulang,'' terangnya.

Keterangan Eddy tersebut diamini oleh Ketua Osis SMAN 16 Mutarrom. Dia menuturkan, MOS yang diadakan sekolahnya berjalan santai. Tetapi, di sisi lain, dia mengakui bahwa MOS tersebut memberikan tekanan mental yang sangat besar pada siswa baru. ''Kami memang menekankan materi untuk berpikir,'' tegasnya.

Ketika ditanya apakah Roy tidak diperbolehkan makan mi dan nasi, Mutarrom menggeleng tidak tahu. Dia menyebut, masing-masing gugus (kelompok) dalam acara tersebut memiliki kebijakan yang berbeda. Roy, kata Muttarom, berada dalam gugus Kalimantan Timur. Ada 12 gugus dalam kepanitiaan tersebut. ''Masing-masing gugus punya kebijakan sendiri. Jika gugus tempat Roy tidak memperbolehkan siswa makan nasi, hal itu bisa saja terjadi,'' terangnya.

Di sisi lain, Muttarom mengatakan bahwa para siswa baru diwajibkan membawa barang-barang untuk MOS penutupan. ''Ini kan kami lakukan untuk upacara api unggun, jadi memang banyak yang harus dipersiapkan,'' ucapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Kadispendik) Surabaya Sahudi belum mau berkomentar terkait dengan meninggalnya siswa SMAN 16 di ajang MOS tersebut. Pejabat asal Banyuwangi itu langsung menutup telepon ketika dikonfirmasi mengenai hal tersebut. ''Nanti saja,'' ujarnya, kemudian langsung menutup telepon.

Sebelum MOS itu berlangsung, sebenarnya Dispendik telah mengeluarkan surat edaran kepada para kepala sekolah. Intinya, pelaksanaan MOS tidak diwarnai dengan perpeloncoan dan militerisme. Selain itu, dispendik melarang sekolah menyuruh siswa membawa barang-barang yang sulit didapat. (alb/dan/sha/nur/tom)




[ Jum'at, 17 Juli 2009 ]
Wali Kota Surabaya Siap Bertanggung Jawab
Buntut Tragedi MOS SMAN 16

SURABAYA - Wali Kota Surabaya Bambang D.H. siap bertanggung jawab atas kematian siswa SMAN 16 Roy Aditya Perkasa saat mengikuti MOS (masa orientasi siswa). Dia bahkan siap menerima gugatan dari pihak keluarga korban. Pemkot juga tak berkeberatan jika MOS dihapus dari agenda kegiatan menyambut siswa baru di sekolah.

''Tidak ada masalah jika keluarga menuntut. Baik kepada kepala sekolah, kepala dinas (pendidikan), termasuk saya. Saya siap. Sebab, ini memang sudah konsekuensi,'' tegas Bambang di Gedung Juang 45 kemarin (16/7).

Dia menyatakan, jika nanti sekolah diketahui melakukan kesalahan, dirinya tak akan berusaha melindungi. Artinya, polisi dipersilakan memproses kepala sekolah secara pidana. ''Kan sudah ada pasalnya,'' ucap suami Dyah Katarina itu.

Bambang menegaskan, setelah mendapat laporan adanya siswa SMAN 16 yang meninggal saat MOS, dirinya langsung memerintah Inspektorat Kota Surabaya untuk turun tangan. Mereka akan menelusuri apakah ada kesalahan prosedur dalam kegiatan sekolah itu atau tidak.

Nah, untuk yang satu ini, jika memang ada pelanggaran, yang melanggar pasti dikenai sanksi administratif. ''Sanksinya tanyakan saja ke Pak Hadi (Hadi Siswanto, kepala Inspektorat Kota Surabaya, Red),'' papar mantan ketua DPC PDIP Surabaya tersebut.

Pihak sekolah memang belum divonis bersalah atas kejadian itu. Namun, Bambang menyatakan bahwa dirinya tak berkeberatan jika MOS dihapus dari agenda rutin kegiatan sekolah. ''Bisa saja begitu,'' ujarnya.

Kepala Dinas Pendidikan (Kadispendik) Surabaya Sahudi kemarin langsung menurunkan tim khusus untuk menyelidiki kasus meninggalnya salah seorang siswa SMAN 16 dalam MOS tersebut. Hasilnya, tim menyatakan tidak ada pelanggaran oleh sekolah selama MOS.

Tim khusus tersebut bertugas memastikan apakah sekolah sudah melaksanakan surat edaran yang diberikan Dispendik. Surat edaran itu berisi poin-poin pelaksanaan dalam MOS. Termasuk, larangan melakukan kekerasan dan menugasi siswa membawa hal-hal yang sulit didapatkan.

Setelah menerima laporan dari tim, Sahudi menyatakan bahwa SMAN 16 bersih. MOS dilaksanakan sesuai jadwal yang ditentukan, yakni selesai pukul 13.00. ''Dan itu dikerjakan. MOS di sekolah tersebut telah ditutup Rabu (15/7) pukul 13.00,'' jelasnya.

Ditanya mengenai pertunjukan seni yang dilangsungkan hingga malam, menurut Sahudi, itu sudah di luar jadwal MOS. Karena itu, Dispendik menyimpulkan bahwa siswa meninggal ketika tidak lagi mengikuti MOS.

Selain itu, lanjut dia, sekolah telah meminta biodata setiap siswa sesuai yang dipersyaratkan Dispendik. Dalam biodata tersebut juga ditulis riwayat penyakit siswa. Karena itu, jika memang ada siswa yang memiliki riwayat penyakit tertentu, seharusnya hal itu telah ditulis dalam biodata.

Dispendik berpendapat, seluruh protap yang diaplikasikan dalam MOS sudah disesuaikan dengan surat edaran juga. Termasuk, soal tugas-tugas dan barang yang harus dibawa siswa. ''Artinya, jika siswa tidak mampu mencari, ya tidak usah membawa tidak apa-apa,'' tegasnya.

Terkait dengan ada atau tidaknya hubungan tugas-tugas yang diberikan dalam MOS dengan kematian siswa, Sahudi masih belum bisa berkomentar. ''Kalau yang satu itu, kita tunggu hasil visum dokter dan penyelidikan kepolisian,'' ujar pejabat asal Banyuwangi tersebut.

Terkait dengan isu bahwa siswa dilarang memakan nasi selama MOS, Sahudi menyatakan pihaknya belum mendapat laporan mengenai masalah tersebut. Yang jelas, dalam surat edaran, tidak ada hal yang mengacu pada tugas semacam itu.''Yang jelas, tahun depan MOS tetap ada karena pengenalan lingkungan sekolah yang baru tetap dibutuhkan,'' tambahnya.

Polisi Mulai Selidiki

Polisi mulai turun tangan menyelidiki kasus Roy Aditya Putra, siswa SMAN 16 yang tewas seusai mengikuti MOS di sekolahnya. Sejak Rabu malam, sudah sepuluh orang diperiksa terkait dengan kematian siswa kelas X-5 tersebut.

Kemarin, polisi memeriksa empat orang. Rinciannya, dua siswa dan dua pengajar. Yakni, Aldo Armando, teman Roy satu gugus dalam MOS SMAN 16 Surabaya, dan Aditya Novembriantama, teman satu sekolah di SMPN 35 Surabaya dulu.

Pengajar yang diperiksa adalah Wakil Kepala SMAN 16 Edi Soewarno dan Kepala SMPN 35 Hari Purnomo. Keempatnya diperiksa di Mapolsek Tenggilis oleh penyidik Satreskrim Polres Surabaya Timur yang dibeking Polwiltabes Surabaya. ''Kami menyelidiki dari semua sisi karena ingin mendapatkan gambaran penuh terkait kasus ini,'' kata seorang sumber di kepolisian.

Dia menjelaskan, materi pemeriksaan Aldo difokuskan pada apa saja kegiatan MOS SMAN 16 Surabaya. ''Untuk mendapatkan gambaran, apakah kegiatan MOS yang dilakukan sudah terukur dan tidak rentan terhadap orang-orang dengan penyakit tertentu,'' papar sumber tersebut.

Pemeriksaan terkait masalah itu cukup penting. Mengingat, dalam hal ini bisa masuk unsur ''kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain''. Pemeriksaan itu kemudian dikombinasikan dengan pemeriksaan terhadap Aditya Novembriantama, teman satu sekolah Roy saat di SMPN 35.

''Penting untuk mengetahui kebiasaan dan kesehatannya. Minimal untuk mendapatkan semacam second opinion terkait riwayat medis,'' tuturnya.

Hasilnya, diketahui bahwa Roy memang mempunyai kelemahan fisik tertentu. ''Cuma, apa persisnya, perlu konsultasi dengan tim medis,'' ujarnya.

Sementara itu, pemeriksaan terhadap Wakil Kepala SMAN 16 Edi Soewarno lebih terkait dengan soal administrasi dan prosedur MOS di sekolahnya. Kepala SMPN 35 Hari Purnomo diperiksa terkait dengan rekam medis Roy.

Kapolres Surabaya Timur AKBP Samudi mengungkapkan hasil sementara. Diduga, Roy meninggal karena depresi yang sangat berat. Indikasinya adalah warna pankreas Roy yang kemerah-merahan -sebuah indikasi yang menunjukkan adanya gejala depresi. ''Normalnya, pankreas berwarna kuning. Bila merah, berarti ada kelainan,'' ucap perwira dengan dua mawar di pundak tersebut. Selain itu, ada bercak biru di jari-jari dan bibir Roy. Juga, ada indikasi Roy mengalami kekurangan pasokan oksigen.

Sementara itu, Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Susanto menuturkan, pihaknya belum berani menyimpulkan apa pun. ''Masih terlalu dini. Kemungkinannya masih sangat luas. Apakah ada unsur kelalaian, murni penyakit, atau sebab lain, semua kemungkinan masih sama besar,'' tegas Sikatan 7 (istilah polisi untuk menyebut Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya, Red) tersebut.

Kendati hasil otopsi sudah lengkap, dia menyatakan polisi masih harus menyidik lebih lanjut. ''Saya buat ilustrasi. Misalnya, hasil otopsi disebutkan karena sakit jantung. Sekali lagi ini, misalnya lho, kami masih harus memeriksa saksi-saksi lagi. Apakah ada pemicu sakit jantung tersebut. Misalnya, karena bentakan atau kegiatan,'' urainya.

Jadi, menurut Susanto, jalan penyelidikan masih sangat panjang. ''Kalau perlu, kami akan melakukan rekonstruksi,'' tambahnya.

Di bagian lain, otopsi Roy masih belum selesai. Tim forensik RSUD dr Soetomo memutuskan melakukan pemeriksaan tambahan. Hal itu diungkapkan Kepala Lab/Instalasi Kedokteran Forensik (IKF) FK Unair Prof Dr Med Dr H M. Soekry EK SpF (K) DFM kemarin.

Bagian dari organ tubuh Roy yang dicurigai semula diperiksa di IKF RSUD dr Soetomo. Sejak kemarin, pemeriksaan dipindahkan ke laboratorium Patologi Anatomi. Pemeriksaan yang dilakukan, antara lain, pemeriksaan hispatologi atau pemeriksaan jaringan secara menyeluruh dan pemeriksaan toksikologi untuk memastikan adanya racun dalam tubuh jenazah.

Agar pemeriksaan berlangsung lebih cepat, Soekry meminta pemeriksaan secara cepat atau cito pemeriksaan. ''Biasanya, pemeriksaan bisa berlangsung sampai seminggu. Dengan pemeriksaan secara cepat, diharapkan lebih cepat,'' paparnya.

Dia belum mau berbicara banyak seputar penyebab kematian remaja 15 tahun itu. ''Soal informasi penyebab kematian sementara hanya bisa kami berikan kepada penyidik, yaitu kepolisian,'' ujarnya.

Di SMAN 16, suasana duka menyelimuti sekolah di Jalan Raya Prapen tersebut. Di kelas X-5, nama Roy Aditya P. dengan nomor induk 11663 tercantum di daftar siswa. Guru agama Supandi memimpin 34 siswa berdoa bersama bagi kepergian Roy. Doa bersama juga dilakukan di kelas lain.

Pukul 10.00, seluruh siswa kelas X keluar dari kelas. Mereka berduyun-duyun ke Masjid Baitul Ilmi yang juga di areal SMAN 16. Mereka bersama-sama melakukan salat gaib bagi almarhum Roy. Salat gaib itu tak hanya dilakukan kelas X. Kelas XI dan XII juga melakukan salat tersebut secara bergiliran.

Kepala SMAN 16 Surabaya Abu Djauhari mengungkapkan, pihaknya turut berduka atas meninggalnya Roy. Dia tidak pernah menyangka MOS yang biasa dilakukan setiap tahun itu berujung maut bagi salah seorang anak didiknya. ''Sepanjang saya menjadi kepala sekolah, baru kali ini saya mengalami. Ini benar-benar di luar kekuatan kami,'' ujarnya. (alb/dan/ken/ano/sha/fid/tom)
Category:
��

Comments

0 responses to "Siswa SMAN 16 Surabaya Meninggal Saat MOS ( Jawa Pos 16 Juli 2009 )"